PASIR PANTAI KUTA, TANJUNG AAN DAN PANTAI SEGER

Previous post Sunset di Bukit Malimbu

Jumat pagi di Cakranegara, kami segera mempersiapkan diri untuk perjalanan hari ini. Selesai sarapan pagi, segera kami meluncur ke wilayah Lombok Tengah menggunakan sepeda motor.

Menu sarapan pagi, lumayan telurnya bisa kita bungkus buat nyemil di jalan hehehe....

Tujuan pertama adalah pantai Kuta. Hari masih begitu pagi ketika kami tiba di pantai Kuta, suasana pantai pun masih begitu sepi, mungkin sekitar jam 7 pagi (hehehe....niat banget pergi pagi2 padahal jarak penginapan ke pantai Kuta lumayan jauh). Hanya ada 1 rombongan elf yang sudah tiba lebih awal dari kami. Ketika kami sedang mencari tempat parkir motor, kami dihampiri oleh seorang bapak2 yang memberitahu tempat parkir dan meminta uang parkir tapi ketika kami ajak ngobrol lebih jauh si bpk seperti agak bingung dan ternyata beliau tidak bisa berbahasa Indonesia. Akhirnya kami pun mengucapkan terima kasih dan meninggalkan beliau. Selama kami di Pantai Kuta, tidak ada satu pun pedagang yang menghampiri kami untuk menawarkan barang dagangannya secara paksa seperti yang aku baca di beberapa blog. Mungkin inilah kelebihan jika datang lebih pagi dan di hari kerja pula, si pedagang cilik sedang bersekolah dan si pedagang dewasa belum memulai aktivitasnya.....yesss.... bebas dari gangguan para pedagang.














Di pantai Kuta ini, aku menemukan 2 jenis pasir yang berbeda, yang satu kasar seperti butiran merica, di sisi lain pasirnya begitu halus.





Dari pantai Kuta, perjalanan dilanjutkan ke Tanjung Aan, menyusuri jalan desa yang masih berupa tanah dan sepi. Akhirnya kami pun sampai di Pantai Tanjung Aan dan seperti di pantai Kuta di sini pun masih sepi bahkan menurutku lebih sepi dari Pantai Kuta. Kami hanya bertemu dengan 1 orang ketika kami tiba di sini. Menurutku pantai Tanjung Aan belum dikelola dengan baik karena sepanjang pantai banyak rumput yang sepertinya terbawa dari laut, rumput-rumput tsb sepertinya tumbuh di perairan Tanjung Aan tapi ini bukan rumput laut loh. Ternyata Tanjung Aan lebih indah jika dilihat dari atas bukit bukan dari pinggir pantai ini. Hal ini saya ketahui setelah kunjunganku ke Pulau Lombok yang kedua di tahun 2015 bersama Komunitas Jalan-Jalan Indonesia, ceritanya ada di link berikut Tanjung Aan, Batu Payung & Desa Sade









Ada satu tempat wisata yang dapat ditempuh melalui Tanjung Aan dengan menggunakan perahu nelayan yaitu Batu Payung. Selain menggunakan perahu, Batu Payung juga dapat ditempuh melalui darat dengan berjalan kaki tapi maaf  karena Batu Payung tidak menjadi tujuanku maka aku pun tidak mencari informasi yang lebih lengkap mengenai jalur daratnya. Matahari pun mulai memancarkan sinarnya dengan terik, jam baru menunjukkan pukul 08.06 pagi. Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya yaitu Pantai Seger. Selama kurang lebih 30 menit kami pun sampai di Pantai Seger, awalnya pantai ini kami kira Pantai Seger. Kami duduk di saung yang berada di sepanjang pantai, pemandangannya kurang lebih mirip dengan Tanjung Aan menurutku. Di pantai ini sudah ada yang berjualan minuman dan makanan ringan, akhirnya kami berdua memesan pop mie. Beginilah pemandangan sekitar pantai ini.






Selesai makan pop mie kami pun keluar dari area pantai ini dan ibu penjual pop mie memberitahukan bahwa beberapa meter dari sini ada patung Putri Mandalika. Awalnya aku tidak begitu tertarik tapi suami tetap ingin melihat patung tersebut. Kami pun keluar dari area pantai dan mengikuti petunjuk yang diarahkan oleh sang penjual pop mie kemudian kami melihat tanda panah menuju Pantai Seger, baru aku tersadar ternyata yang barusan bukan pantai Seger. Untuk memasuki pantai Seger ternyata kami dikenakan biaya masuk tapi entahlah, biaya masuk ini apakah dari Pemda setempat atau hanya warga lokal. Ketika memasuki area wisata ini akan terlihat sebuah jembatan yang terbuat dari konstruksi beton untuk tiang-tiangnya tapi jembatannya sendiri hanya berupa bambu dan ujung jembatan pun diberi palang kayu menandakan bahwa ini tidak boleh dilintasi oleh motor. Jika melihat bangunan jembatan ini sepertinya awalnya akan dibuat jembatan permanen namun entah kenapa pembangunan jembatan ini kemudian tidak diteruskan. Kami pun memarkirkan motor kami di samping jembatan dan melewati jembatan dengan berjalan kaki menuju pantai yang terlihat begitu Indah. Dari jembatan ini pun sudah terlihat patung Putri Mandalika. Ketika kami sedang berjalan di jembatan bambu ini tiba-tiba terdengar sebuah motor yang dikendarai oleh soerang bule mencoba melintasi jembatan bambu ini. Eiitt dah ni bule.......main nyebrang aja bukannya lihat-lihat dulu, ini jembatan bisa apa kagak utk dilewatin. Walhasil, si bule pun harus muter balik lagi dengan susah payah karena lebar jembatan yang sempit, hanya terbuat dari sambungan bambu, bawa papan selancar pula dan suami pun langsung membantu si bule untuk bisa memutar motornya.


 Foto ini diambil setelah kami melewati jembatan 


 Patung Putri Mandalika sebelah kiri foto






Pantai ini begitu indah, pasirnya yang halus, airnya begitu jernih, lengkungan garis pantai yang indah dan lingkungan sekitar pantai yang masih bersih. Ketika aku menginjakkan kaki di sini, aku kira ini pantai Seger sampai suatu kali aku melihat foto seorang teman di facebook dengan background Patung Putri Mandalika dan dia menyebutnya ini Pantai Putri Mandalika. Apa pun nama pantai ini, yang jelas pantai ini begitu indah. Ada sebuah cerita legenda mengenai Putri Mandalika ini. dahulu kala ada sebuah kerajaan di Lombok yang cantik dan arif yang bernama Putri Mandalika. Banyak pangeran dari kerajaan lain yang ingin meminangnya untuk dijadikan istri. Namun Putri Mandalika tidak pernah menolak pinangan dari para pangeran tersebut karena ia tidak ingin ada pertumpahan darah jika ia memilih salah satu di antara mereka. Akhirnya Putri Mandalika pun menenggelamkan dirinya ke laut dan kemudian muncul kembali dalam bentuk nyale (sejenis cacing). Ini lah latar belakang dari tradisi bau nyale yaitu tradisi menangkap cacing laut yang rutin diselenggarakan oleh masyarakat sasak setiap tahunnya sekitar bulan Februari atau Maret.

Kami pun bergeser sedikit ke arah kiri dari pantai ini dan berjalan sedikit menanjak, untuk melihat ada apa di balik bukit ini, ternyata ada pantai lagi. Mungkin ini yang disebut Pantai Seger, jika pantai yang sebelumnya adalah Pantai Putri Mandalika. Ombak pantai ini begitu besar, berbeda sekali dengan pantai sebelahnya yang begitu tenang.









Matahari semakin terik, kami pun pergi meninggalkan pantai-pantai nan indah ini untuk mencari masjid, melaksanakan kewajiban shalat Jumat. Kami pun berhenti di sebuah masjid, suami pun pergi shalat jumat dan aku menunggu di seberang masjid di sebuah bengkel motor. Rupanya di tempat ku menunggu ini merupakan tempat parkir motor bagi yang ingin shalat jumat. Motor yang parkir pun semakin bertambah, bertambah pula orang-orang yang ingin shalat jumat. Namun sangat disayangkan ketika adzan telah dikumandangkan dan ceramah telah dimulai, mereka yang berada di sekitarku ini tetap asyik ngobrol, bercanda bahkan merokok. Mereka baru masuk mesjid ketika shalat jumat dimulai. Bukankah mendengarkan khutbah jumat merupakan rukun wajib dari shalat jumat ? ironis......

Selesai shalat jumat, kami melanjutkan perjalanan ke kota Mataram tapi ketika tiba di suatu persimpangan, suamiku mengarahkan motornya ke kiri yang seharusnya adalah ke kanan. Suamiku berkata,"kita muter-muter dulu aja ya.....hari juga masih siang". Dari perjalanan tanpa tujuan yang jelas ini, akhirnya suamiku memutuskan ke Pelabuhan Lembar. "Ngapain sih ke pelabuhan, yang bagusan dikit dung jalan-jalannya," ucapku. "Pengen tau aja, pelabuhannya jauh gak sih," jawab suamiku. Akhirnya aku pun hanya menurut saja dan sampai juga kami di depan gapura pelabuhan Lembar. Aku pun membujuk suami untuk melanjutkan perjalanan ke pantai Sekotong, yang menurut perkiraan ku tidak jauh dari pelabuhan. Pertamanya suami setuju tapi setelah beberapa km menuju wisata sekotong, suami bertanya pada penduduk dan jawabannya adalah pantai sekotong masih jauh sekitar 1 jam perjalanan lagi. Akhirnya rencana ke pantai Sekotong pun dibatalkan dan kami kembali ke penginapan. Ini hari terakhir kami berwisata di pulau Lombok karena besok pagi kami harus kembali ke Jakarta dengan jadwal penerbangan pagi. Mudah-mudahan kami masih menginjakkan kaki di pulau Lombok di lain waktu.


Artikel menarik lainnya
Green Canyon - Pantai Pangandaran
Panorama Pantai Ngeliyep & Pantai Balekambang
Pulau Peucang - Ujung Kulon

SUNSET DI BUKIT MALIMBU

Previous post Senggigi - Gili Trawangan

Di hari ke tiga ini, rencana perjalananku berubah, aku lebih memilih hanya berada di Mataram dan sekitarnya. Setelah sarapan, kami memutuskan untuk ke rumah singgah untuk mengambil ransel yang kami titipkan kemarin. Di rumah singgah, kami banyak mengobrol dengan mamak dan bapak. Berdasarkan cerita mamak, rumah singgah ini baru didirikan 11 bulan yg lalu (dihitung dr bln Agustus14 mundur ke bulan2 sebelumnya) tapi ketenarannya......wow sdh banyak backpacker dr luar pulau Lombok yang menginap di sini termasuk backpacker dari luar negeri. Sebelum mamak memutuskan untuk membuka rumah singgah, beliau melakukan shalat malam (istikharah ato tahajud ya......hehehe lupa....) hampir seminggu lamanya. Mamak bilang beliau tidak pernah memilih-milih tamu, dari daerah dan agama mana pun beliau membuka pintu rumahnya untuk siapa pun. Ikhlas itulah modal pertama membuka rumah singgah. Subhanallah......salut untuk mamak dan bapak yang sudah memberikan manfaat untuk orang lain. Semoga mamak & bapak selalu diberi kesehatan, dimudahkan rezekinya dan barokah selalu.....amiin......berharap bisa ke Lombok lagi.




Setelah berbincang-bincang dengan mamak, bapak & teman2 backpacker yang ada di rumah singgah, kami mencari oleh-oleh di toko phoenix. Namun oleh-oleh yang kami beli pun tidak banyak secara dana pas2an hehehehe tapi kenapa ya orang indonesia itu kalo jalan-jalan selalu ditanyain oleh-oleh? dijawab masing-masing ya......selesai membeli oleh-oleh, kami mampir makan di rumah makan (kalo gak salah sate rembiga ya namamya hehehe.....). Di sini kami memesan 1 porsi sate rembiga, 1 porsi ayam sambal pedas, plecing kangkung, es teh manis, air mineral dan krupuk ceker dengan total 55ribu rupiah. Tapi yang paling enak ya....sate rembiganya. Sate rembiga yaitu sate sapi modelnya sih mirip dengan sate sapi suruh (Suruh adl nama desa di dekat Terminal Tingkir Salatiga) tapi rasa agak beda dikit.

Selesai makan, perjalanan pun dilanjutkan ke penginapan sekalian check out dan mengembalikan motor. Rencananya sore ini kami akan pindah penginapan yaitu ke hotel *ict**, sebuah hotel melati dan harganya murah, 150rb sudah ada AC, tv. Penginapan yang baru ini, kami baru cari tadi pagi sebelum pergi ke rumah katanya sih normalnya 450rb.....hehehe gak tau jg sih emang bener harga aslinya segitu atau buat narik gue sama suami aja. Dan setelah lihat kamarnya, suami memilih yang versi 3 padahal yang versi 2 aja udah lumayan bagi gue, cuma gak ada hot waternya......biasa juga mandi pake air dingin, lumayan bok 50rb /mlm, 2 mlm kan hemat 100rb......hahaha....di hotel ini pun kami menyewa motor tapi bukan hotel langsung yang menyewakan karena kami harus menunggu si pemilik motor datang bersama motor yang akan kami pakai.






Dengan motor, kami pun kembali jalan menuju bukit Malimbu, kami ingin menikmati sunset di bukit Malimbu.











Sayangnya, sunset sore ini tidak begitu sempurna, langit sedikit berawan menutupi sang matahari yang akan terbenam. Di antara awan yang menghalanginya, masih ada sedikit sinar yang bisa menerobos di antara celah-celah awan. Hari pun makin gelap, kami pun segera meninggalkan Bukit Malimbu. Perjalanan kembali dari bukit Malimbu - Mataram, kami pun mampir makan jagung bakar yang banyak tersedia di pinggir jalan dan duduk menghadap pantai sebelum wilayah pantai senggigi. Namun karena sudah gelap maka pemandangan pantai pun tidak terlihat, sedang asyiknya makan tiba-tiba listrik mati......hehehe....Jagung bakar pun habis kami santap, kami pun melanjutkan perjalanan ke kota Mataram.

Next post Pantai Kuta, Tanjung Aan dan Pantai Seger