TERBANG KE PULAU LOMBOK

Selasa 26 Agustus 2014, akhirnya kami mendarat di Bandara Internasional Lombok sekitar jam 10 pagi waktu Lombok. Salah satu tempat yang memang menjadi impianku. BIL yang baru diresmikan pada tanggal 1 Oktober 2011 merupakan bandara pengganti dari Bandara Selaparang di Mataram. Namun yang unik dari BIL adalah di depan Bandara ada beberapa penjual asongan yang menggelar barang dagangannya.




Dari BIL kami naik damri dan turun di pool damri Sweta Mataram dengan tarif sebesar 20rb per orang sedangkan jika sampai senggigi 30rb. Tujuan pertama kami adalah rumah singgah lombok backpacker yang terletak di jl Bangil Mataram. Setibanya kami di pool damri Sweta, kami mampir makan dulu di sebuah warung makan yang letaknya berdekatan dengan pool damri. Menu yang dijual hanya nasi campur yang isinya adalah ayam goreng, tempe goreng, babat goreng, ati ampela goreng, sambal dan sepiring sayur bening daun kelor (pengalaman pertama merasakan daun kelor) dihargai 36rb untuk 2 porsi. Untuk rasa cukup enak terutama sambalnya, sang pembuat nafsu makan.

Selesai mengisi perut, perjalanan pun dilanjutkan ke tempat tujuan pertama yaitu rumah singgah dengan menggunakan taksi. Harga taksi dari pool Sweta ke rumah singgah yang terletak di kota Mataram kurang lebih berkisar sekitar 25ribu rupiah. Ketika kami mampir di rumah singgah ada beberapa teman backpacker dan mamak sang pemilik rumah. Aku mengetahui rumah singgah dari komunitas lombok backpacker di sosial media facebook. Terus terang aku penasaran dengan keramahan dan kebaikan sang pemilik rumah yang banyak dishare di sosmed. Cukup lama kami berbincang dengan pemilik rumah singgah dan kawan2 yang berada di sana saat itu. Sekitar jam 1 siang, kami pun pergi meninggalkan rumah singgah dan menitipkan 1 ransel, kami pun pamit untuk melanjutkan ke tujuan berikutnya. Dari rumah singgah kami naik taksi menuju O*a Homestay yang berada di Cakranegara untuk mengambil motor yang telah disewa lewat teman di rumah singgah. Harga sewa motor Rp.60.000 perhari.

Dengan motor tujuan berikutnya adalah gili trawangan namun karena sudah terlalu sore maka kami pun merubah tujuan yaitu Senggigi. Di Senggigi kami menginap di S*n*a Homestay, tempat yang cukup murah, nyaman dan bersih, hanya dengan harga Rp.150.000,- dengan fasilitas fan, 1handuk dan sarapan pagi pancake serta kamar mandi dalam. Lokasinya sangat dekat dengan art market senggigi. Sore hari, kami berjalan-jalan dan menikmati sunset dari sebuah view point yang bernama gardu pandang makam batu layar. Memang disebrang gardu pandang ini ada sebuah makam yang dikeramatkan. Makam ini banyak dikunjungi peziarah pada saat lebaran ketupat yaitu 7 hari setelah lebaran idul fitri. Konon yang dimakamkan di Batu Layar tsb adalah seorang dai yang berasal dari Irak yang bernama Syekh Ibrahim Al Baghdadi. Namun yang dimakamkan bukanlah jasad Syekh Ibrahim melainkan kopiah dan surbannya karena jasad syekh Ibrahim menghilang ketika duduk di Batu Layar. Di dekat gardu pandang ini juga terdapat tempat wisata religi yaitu Pura Batu Bolong, namun pada saat kami ke sana pura tsb ditutup.








Malam harinya, kami pun keluar untuk mencari makan dan sepanjang jalan raya senggigi yang banyak adalah Cafe dan resto yang melihat dari luar saja pasti harganya mahal....hehehehe maklum traveller budget minimalis. Akhirnya kami menemukan warung tenda seafood kaki lima surabaya cak *oe*. Suami pun memesan nasi goreng seafood dengan harga 17ribu untuk porsinya cukup besar dan jus alpukat dengan harga 15rb sedangkan aku hanya memesan hot lemon tea dengan harga 10rb. Ada yang sedikit menyebalkan ketika makan di sini, pelayanannya yang lama. Sejak aku duduk, tidak ada pelayan yang menawari menu, piring bekas makan pembeli sebelumnya tidak langsung diangkat bahkan aku merasa bahwa para pelayan tsb langsung cepat melayani bule daripada aku sang konsumen domestik. Entahlah itu hanya perasaanku saja atau memang lamse. Selesai makan malam kami pun kembali ke homestay untuk istirahat.

Next post Senggigi - Gili Trawangan

Artikel menarik lainnya
Jalan-jalan ke bangkok
Perjalanan ke Ujung Kulon
Sunrise di Pananjakan Bromo




WISATA KULINER DI MALANG

Jalan-jalan ke suatu tempat atau daerah pasti akan mencari makanan khas daerah setempat. Begitu juga dengan perjalanan kami ke Malang, selain oleh-oleh khas Malang yaitu aneka kripik khas buah maka kami pun mencoba makanan daerah setempat. Hari pertama tiba di Malang, tujuan kami adalah kota Batu yaitu Jatim Park 2 dan wisata Coban Rondo. Kunjungan pertama adalah Coban Rondo, sesampainya di sana, di parkiran Coban Rondo, terlihat beberapa lapak pedagang dan penjual gerobak makanan, salah satunya adalah Cilok. Entah kenapa ketika melihat gerobak cilok, aku penasaran ingin mencoba Cilok Malang. Cilok Malang pun dibeli ketika kami akan meninggalkan Coban Rondo. Untuk isi cilok malang lebih variasi, beda dg cilok Jakarta.

Cilok di Coban Rondo, sumber foto : http://ririnoktivia.blogspot.com

Perjalanan dilanjutkan ke Jatim Park 2. Sebelum masuk ke Jatim Park 2, kami memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu. Di depan/seberang Jatim Park 2 ada  beberapa kios makanan, kami pun memilih makan bakso. Untuk rasa lumayan.....standar lah.

Sore hari menjelang maghrib, kami keluar dari Jatim park 2 menuju Alun-alun kota Batu. Target kuliner berikutnya adalah Ketan legenda yang terletak di sebrang alun-alun kota Batu. Ketika kami tiba di Ketan legenda, antrian sudah panjang dan kursi pun sudah terisi oleh konsumen. Tugas pun dibagi 4 orang mencari tempat, 2 org antri utk memesan aneka ketan. 6 porsi ketan pun dipesan dengan aneka toping dan 6 gelas susu coklat. Setelah icip-icip 6 aneka ketan dg toping yang berbeda maka favoritku adalah ketan susu durian dan ketan susu keju meises......hmmmm......yummy. Selain ketan susu, pos ketan ini juga menjual aneka gorengan, yang saat itu terlihat adalah tahu isi goreng.





Selesai makan ketan susu, perjalanan pun dilanjutkan kembali ke kota malang. Tiba di kota malang, wisata kuliner selanjutnya adalah Resto Inggil yang terletak di Jl.Gajah Mada no.4 Malang (dekat dengan stasiun kereta Kota Baru). Resto Inggil menganut konsep jadul ala jawa. Ketika memasuki bangunan resto maka yang pertama terlihat benda-benda kuno seperti beberapa telepon jadul, radio jadul, sepeda ontel, alat pemutar piringan hitam, mesin ketik dan mesin jahit jadul dan masih banyak hiasan dinding lainnya yang bersifat jadul. Untuk rasa cukup lumayan dan harganya yang masih dijangkau oleh kocek, standar - tidak terlalu mahal.














Selesai makan kemudian kami pergi ke toko oleh-oleh khas Malang yang berada di daerah Sanan, Malang. Daerah ini cukup terkenal dengan sentra industri tempe dan keripik tempenya. Toko oleh-oleh yang sudah terkenal di daerah tersebut adalah Lancar Jaya, ramai pengunjung yang sedang berbelanja. Toko Lancar Jaya menyediakan aneka keripik buah dan keripik tempe dengan aneka rasa. Untukku keripik tempe rasa original atau jeruk purut tetaplah yang paling enak jika dibandingkan dengan keripik tempe yang sudah bervariasi rasanya tsb.

Di hari ke-2 di kota Malang, kuliner berikutnya yang kami coba adalah Bakso Bakar Pak Man yang terletak di Jl.Diponegoro no.19 Malang. Seporsi harga bakso bakar isi 10 kalo gak salah Rp.15.000. Selain bakso bakar tersedia juga bakso kuah biasa. Untuk bakso kuah biasa, kita ambil sendiri baik dari mie, bakso sampai kuahnya, 1 butir bakso dihargai Rp.1500. Sedangkan bakso bakar tetap harus dipesan karena kan harus dibakar dahulu. Selesai puas makan bakso bakar Pak man, kami pun kembali ke penginapan dan ternyata letak bakso bakar pak Man sangat dekat dengan penginpan kami, dapat ditempuh hanya dengan berjalan kaki.



Wisata kuliner di hari ketiga adalah Rawon Nguling yang terletak di Jl Zainal Arifin no.62 Klojen Malang. Rawon Nguling ini direkomendasikan oleh supir trooper kami setelah kami dari Bromo. Ketika kami pesan makanan di menunya tidak terdapat daftar harga maka kami pun tidak tahu berapa harga per porsi untuk menu-menu tersebut. Kami pun memesan 6 rawon beserta 6 nasinya, 1 gado-gado, 3 telur asin, 1 tempe-tahu penyet dan tentunya minuman sesuai dengan selera masing-masing. Ketika pesanan kami datang, aku terkejut sekali dengan porsi nasinya yang cukup besar, akhirnmya 1 nasi pun dicancel. Potongan daging dalam menu rawon tsb menurutku juga banyak. Menurutku pula, untuk ukuran aku, 1 porsi rawon + nasinya dimakan berdua. Di Rawon Nguling, aku justru suka dengan Tempe-tahu penyetnya dibandingkan dengan rawonnya dan gado-gadonya yang menurutku rasanya agak manis. Kami cukup terkejut ketika kami membayar makanan tsb di kasir karena semuanya berjumlah 398ribu sekian untuk makanan yang tadi aku sebutkan dan 1 porsi makanan pak sopir. Tapi harga makanan yang dipesan oleh pak sopir hanya Rp.13.000 berarti sisanya adalah makanan kami. Sampai saat ini pun aku tidak tahu harga per porsi makanan yang kami pesan karena billing hilang saat di perjalanan dan aku tidak terlalu banyak bertanya ketika harus membayar billing tsb. Memang ukuran porsi rawon-nya menurut "big portion" begitu pun juga dengan gado-gadonya, mungkin ini juga yang menyebabkan harganya mahal.




MENANTI SUNRISE DI PANANJAKAN - BROMO

Previous post  Pantai Kondang Merak

Setibanya di penginapan sekitar jam 20.00, kami langsung bersih-bersih dan tidur karena kami cukup lelah setelah seharian mengunjungi 3 pantai di Malang dan Jam 24.00 kami harus sudah berangkat menuju Pananjakan. Jam 23.00 kami terbangun, alhamdulillah aku dapat tidur dengan pulas walaupun hanya beberapa jam saja. Kami segera mempersiapkan diri, cuci muka dan sikat gigi karena sebelum tidur semalam sudah mandi jadi bangun tengah malam ini tidak mandi lagi.

Akhirnya mobil jemputan pun datang, kali ini kami tidak menggunakan mobil penginapan karena kami akan ke pananjakan, bromo melalui jalur Malang-Tumpang maka kami sudah menyewa Troopers. Sebenarnya awalnya mobil yang kami pesan adalah Landcruiser tapi di jam-jam terakhir aku ditelepon oleh pihak yang menyewakan mobil bahwa Landcruisernya rusak sehingga tidak dapat digunakan dan kami mendapatkan Troopers, tentu saja kami sangat kecewa.

Perjalananku ke Bromo bersama dengan 5 teman kantor merupakan kunjunganku yang kedua kalinya. Pertama kali menginjakkan kaki di Gunung Bromo pada tahun 2009 bersama suami dan keponakan yang tinggal di Malang dan kami masuk ke Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) melalui jalur Probolinggo - Tongas - Sukapura - Cemoro Lawang. Berbeda dengan kunjunganku yang pertama maka kunjunganku yang kedua ini aku memilih rute Malang - Tumpang - Gubugklakah - Ngadas - Jemplang - Pananjakan yang berjarak sekitar 56 km. Selain 2 rute tsb masih ada 2 rute yang lainnya jika ingin berkunjung Gunung Bromo yaitu Jalur Pasuruan dan Jalur Lumajang. Di Jalur Pasuruan ini dapat ditempuh melalui 2 akses yang berbeda yaitu yang pertama Pasuruan - Warungdowo - Ranggeh - Puspo - Tosari - Gunung Bromo bagi pengunjung yang berangkat dari kota Surabaya sedangkan jalur yang kedua yaitu Purwodadi - Nangkojajar - Tosari - Bromo bagi pengunjung yang berangkat dari Malang. Sedangkan jalur Lumajang adalah Senduro - Bumo - Ranu Pane.

Jam 24.00 kami mulai meninggalkan penginapan, suara deru mesin membelah kesunyian kota Malang menuju TNBTS melalui jalur Tumpang. Dari Jalanan aspal halus sampai lama kelamaan jalan makin menyempit dan mulai menanjak serta jalanan yang terasa sudah tidak halus lagi, tidak ada lagi lampu penerangan jalan hanya lampu mobil yang menerangi jalan. Hawa dingin pun mulai terasa menerpa tubuh di antara goncangan mobil yang terus menderu. Akhirnya kami pun sampai di Pananjakan 1, sudah banyak jeep parkir dan alhamdulillah sopir kami mendapatkan parkir yang cukup dekat dengan view poin pananjakan. Kami pun menanti azan shubuh agar dapat menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim sebelum menyaksikan salah satu keindahan ciptaan Allah SWT. Berdasarkan pengalaman sebelumnya ketika wudhu di Pananjakan yang airnya dinginnya super zuper terasa sampai ke tulang maka aku telah membawa 1 botol air ukuran 1.5 L dari penginapan untuk wudhu dan cukup dipakai untuk 3 org.

Selesai shalat shubuh kami langsung mencari tempat untuk menyaksikan sunrise tapi tiba di view point Pananjakan sudah penuh oleh lautan manusia.










kalo ini foto Okt 2009


Selanjutnya perjalanan dilanjutkan Gunung Bromo tapi sebelumnya kami sarapan dahulu di Pananjakan dan berfoto ria dahulu di Bukit Cinta











Foto Oct 2009

Puas bernarsis ria di Bukit Cinta kami menuju gunung Bromo




                           












sangat disayangkan ketika melihat coretan di anak tangga ini, jadilah smart traveller








Puas di gunung Bromo, perjalanan kami lanjutkan ke destinasi berikutnya yaitu bukit teletubies. Namun karena sinar matahari yang begitu terik dan tubuh yang sudah kelelahan maka indahnya bukit teletubies hanya kami lihat dari dalam mobil. Mungkin lain kali, kami akan berhenti di Bukit Teletubies untuk bernarsis ria. Sepanjang perjalanan pulang kami disuguhi dengan pemandangan yang indah walaupun jalan yang kami lalui cukup kecil, kanan kiri terlihat jurang. Kami pun kembali ke Malang dalam keadaan tubuh yang begitu lelah, semua terdiam dalam mobil alias tidur. Setibanya di kota Malang kami pun mampir untuk makan siang di Rawon Nguling, tempat yang direkomendasikan oleh pak Supir. Selesai makan siang kami pun segera kembali ke penginapan untuk bersih-bersih dan segera check out pd pukul 14.00. Tapi sebelum meninggalkan penginapan kami sempatkan untuk bernarsis dahulu. Jika aku ke Malang, aku akan kembali menginap di tempat ini karena selain harga yang murah, tempatnya pun bersih dan nyaman.









Taksi yang dipesan pun datang untuk mengantar kami ke Stasiun kereta kota baru Malang. Taksi di Malang berupa avanza dan 1 avanza pun diisi oleh 6 orang beserta koper-kopernya dan dus-dus yang berisi oleh-oleh. Awalnya pak sopir taksi keberatan tapi setelah dibujuk beliau pun mau secara jaraknya cuma deket hanya sekitar 5-10 menit dan dus-dus tsb walaupun terlihat banyak dan memenuhi bagian belakang mobil tapi ringan karena isinya hanya aneka keripik. Sore itu, kepulangan kami diiringi oleh hujan, kami bersyukur hujan tidak turun selama kami berwisata di kota Malang dan sekitarnya. Akhirnya tepat pukul 16.00 kereta pun perlahan mulai meninggalkan Stasiun Kota Baru. Bye-bye Malang........











MENIKMATI PANTAI KONDANG MERAK DI MALANG

Previous post Pantai Ngliyep & Pantai Balekambang

Di Pantai Balekambang, kami tidak berlama-lama karena terlalu ramai dan perjalanan pun dilanjutkan ke Pantai Kondang Merak. Kami keluar dari Pantai Balekambang dan beberapa meter dari pos pembelian tiket Pantai Balekambang mungkin sekitar 1 km, kami belok ke kiri menuju Pantai Kondang Merak. Mulai tikungan inilah sampai Pantai Kondang Merak jalan yang dilalui benar-benar masih berupa tanah, belum diaspal sama sekali. Sebenarnya letak Pantai Kondang Merak cukup dekat dari Pantai Balekambang sekitar 4 km sehingga apabila jalan yang dilalui mulus mungkin waktu tempuhnya hanya sekitar 15 menit dari Pantai Balekambang tapi karena jalan yang tidak rata, berlubang, turun naik dan makin lama makin sempit maka waktu tempuh bisa berkisar antara 40 sampai 1 jam tergantung sang supir.

Jalan menuju Pantai Kondang Merak begitu sepi, dari arah Pantai Balekambang hanya ada 2 mobil yang akan menuju Pantai Kondang Merak, mungkin karena kami terlalu siang untuk berkunjung ke Pantai ini. Di perjalanan ini kami sempat dag-dig-dug-derrrr karena tiba-tiba mobil berhenti dan si supir bilang bahwa gasnya mati. Huaaaa, gimana gak panik kalau dibilang seperti itu berarti kan kami harus menunggu.......di tengah jalan yg masih amburadul, kanan kiri hutan.........mobil penginapan.......alamak........tapi alhamdulillahnya itu hanya ulah usil si pak Sopir........hadehhhhh.......








Setelah mobil berjalan kembali sekitar 500 meter, kami pun sampai di Pantai Kondang Merak, alhamdulillah. Pantai ini dinamai Kondang Merak karena pantai ini memiliki Kondang yaitu muara tempat bertemunya air laut dan air tawar yang dahulu banyak dihuni oleh burung Merak. Namun awal tahun 1980 burung Merak tersebut mulai punah karena adanya penangkapan liar. Pantai Kondang Merak memiliki pasir yang berwarna putih, garis pantai yang cukup panjang dan pantai yang berlumut. Ombak di Pantai ini tidak terlalu besar karena gelombangnya terpecah oleh keberadaan beberapa batu karang yang cukup tinggi yang terletak hanya beberapa meter dari garis pantai.




































Di Pantai Kondang Merak ini, kami melihat ada yang bersnorkeling. Kami baru mengetahuinya jika di pantai ini, kita dapat menikmati biota lautnya dan keindahan karang-karangnya. Selain itu, Pantai Kondang Merak terkenal juga dengan penghasil ikan hias. Mudah-mudahan walaupun terkenal penghasil ikan hias, tidak membuat penduduk setempat dengan mudahnya menangkap begitu saja ikan-ikan hias tersebut tanpa melakukan budi daya ikan hias. Walaupun pantai ini sangat nyaman untuk aktivitas renang, namun tak seorang pun dari kami yang mau berenang. Kami hanya bersantai memandang salah satu dari indahnya ciptaan Allah SWT dan bernarsis ria.

Pantai Kondang Merak ini masih begitu bersih dan sepi jika dibandingkan dengan pantai terdekatnya yaitu Pantai Balekambang. Di Pantai ini kami bertemu dengan seorang pemuda yang sedang mengambil sampah-sampah bekas makanan atau minuman yang terlihat di beberapa sudut pantai. Pemuda ini bukan seorang petugas kebersihan karena dari kaos yang digunakannnya bertuliskan RELAWAN. Aku sempat membantunya mengambil sampah bekas makanan yang kebetulan berada di dekatku tapi itu bukan sampahku melainkan peninggalan dari wisatawan yang lain. Bangga hati ini melihat seorang pemuda yang masih memiliki jiwa untuk peduli akan keindahan alam sekitarnya. Hari semakin sore, kami pun segera bergegas untuk kembali ke Malang.

Hari sudah gelap ketika kami tiba di kota Malang, sebelum kembali ke penginapan kami mampir makan di Bakso Bakar Pak Man. Setelah perut terasa kenyang kami pun kembali ke penginapan untuk istirahat karena tengah malam ini kami akan dijemput untuk tour bromo.



Artikel menarik lainnya